Percakapan yang ideal semestinya adalah pertukaran pikiran
Emily Post (1872 – 1960)
Ada satu penyakit serius yang sering menghinggapi penulis pemula ketika berurusan
dengan dialog. Mereka sering memanjang-manjangkan percakapan.
Dalam hal ini, dialog
sering diperlakukan sewenang-wenang hanya sebagai alat untuk memperbanyak jumlah
halaman (karena setiap kalimat dalam dialog biasanya dimulai dengan alinea baru) atau
untuk menyiasati kebuntuan bertutur.
Jadi, jika penulis sudah kehabisan akal untuk
meneruskan cerita, maka ditambahkanlah dialog. Ini gejala yang menyedihkan.
Sesungguhnya, satu-satunya alasan kenapa dialog ditulis adalah karena ia penting.
Artinya, dengan dialog itu anda menyampaikan informasi yang perlu diketahui pembaca,
mengungkapkan watak atau perangai karakter-karakter anda, mengembangkan cerita,
mengembangkan konflik, dan menghindarkan pembaca anda dari kejemuan.
Jika anda menulis dialog yang tidak penting dalam cerita anda, buang saja. Atau jika anda ingin memperbanyak jumlah halaman dengan memperpanjang dialog, kasihanilah pembaca
anda.
Mereka punya urusan lain yang lebih penting ketimbang sekadar mengikuti dialog yang menjemukan.
Beberapa saran di bawah ini mungkin bisa membantu anda untuk memahami
bagaimana cara menyusun dialog yang baik.
1. Jangan membuat dialog seperti selengkapnya gabung 👉 https://t.me/infopenulis
*Sumber: _buku Creative Writing_