Menyoal masalah yang menimpa bangsa ini adalah hal yang sangat penting, terlebih keadaannya yang semakin terpuruk. Karut-marutnya perpolitikan, kemerosotan moral dan akhlak anak bangsa, kemiskinan dan krisis ekonomi yang terus mendera, benar-benar membuat banyak orang berpikir dan bertanya apa sebenarnya yang harus dilakukan untuk mengentaskan bangsa ini dari segala problema yang membelitnya. Dari mana sesungguhnya perbaikan itu harus dimulai?
Dari pemikiran materialis, di mana kebahagiaan diukur dengan emas dan perak, kemudian menatap bahwasanya bank adalah lembaga keuangan yang kokoh, sehingga mampu menjamin ekonomi individu atau bangsa, mulailah hati kebanyakan manusia terbelenggu dengan bank dan menjadikannya sebagai salah satu ujung tombak perbaikan bangsa. Mereka lalu melupakan perkara yang terpenting dalam kehidupan –yaitu At-Tauhid– untuk menghadapi segala problematika kehidupan. Demikianlah jika qalbu telah terbalik.
Sesungguhnya jalan memperbaiki sebuah negeri atau individu hanya ada dalam firman Allah l dan sabda Rasul-Nya n. Tetapi siapa di antara manusia yang mau menjadikan Al-Kitab dan As-Sunnah sebagai pedoman dan pelita di tengah gulita? Hanyalah orang-orang yang beriman dan hidup qalbunya yang mau kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hadits Abu Hurairah z yang sedang kita bahas sesungguhnya adalah jawaban dari pertanyaan yang menggelayuti benak para pemikir dan pakar politik atau ekonomi. Bangsa ini akan terangkat dan akan memiliki kemuliaan dengan ketakwaan. Allah l berfirman:
ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raf : 96)
Maka perkara pertama yang harus diselesaikan adalah mengentaskan umat ini dari kerusakan akidah, menyeru mereka untuk memurnikan ibadah hanya untuk Allah l, dan mengajak semua manusia kembali kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Mengikuti jejak as-salafush shalih.
Maka menjadi sebuah keharusan bagi seluruh manusia untuk segera bertaubat kepada Allah l dari kesyirikan dan memurnikan ibadah hanya untuk-Nya. Dengan itu, Allah l akan memberi kemuliaan dan kebahagiaan. Demikianlah Nabi Nuh q mewasiatkan umatnya untuk segera bertaubat kepada Allah l dan menjanjikan kemuliaan dari-Nya. Allah l berfirman:
ﯼ ﯽ ﯾ ﯿ ﰀ ﰁ ﰂ ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ
Maka aku (Nuh) katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh: 10-12)
#Memenuhi seruan Allah l untuk meninggalkan riba
Allah l menyeru orang-orang yang beriman untuk bersegera meninggalkan riba, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (Al-Baqarah: 278)
Orang yang beriman ketika mendengar seruan Allah l dalam ayat ini tentu lebih mengedepankan ridha-Nya daripada hawa nafsunya, lalu bersegera meninggalkan riba yang terlaknat.13 Ayat ini cukup bagi orang yang beriman untuk tidak berkubang dalam lumpur riba dan bergegas menghindarkan dirinya dari azab Allah l yang pedih.
Adapun mereka yang terus berada dalam riba, maka sesungguhnya Allah l telah mengancam perang dalam ayat selanjutnya:
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (Al-Baqarah: 279)
Manusia –menurut tabiatnya– akan ditimpa takut bila datang berita bahwa pasukan musuh datang menyerang. Tetapi sungguh mengherankan, tatkala Allah l nyatakan perang bagi pelaku riba, justru kebanyakan manusia menganggapnya sebagai angin lalu. Bahkan tidak jarang terucap dari lisan mereka keraguan akan rezeki Allah l. Mereka berkata: “Kalau kita pilih-pilih pekerjaan, kita makan apa? Kalau kita tinggalkan bank, bagaimana nasib anak-anak kita? Kita kasih makan apa mereka?” Sungguh mengejutkan ucapan ini! Tidakkah mereka sadar bahwa rezeki bukan di tangan bank? Tidakkah mereka ingat bahwa Allah l lah Dzat yang memberikan rezeki?
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhil Mahfuzh).” (Hud: 6)
Namun, tatkala keridhaan Allah l dicampakkan dan neraka Allah l dianggap sebagai berita yang tidak perlu dikhawatirkan, kaki pun terus melangkah untuk menempuh apa yang Allah l haramkan.
Dahulu, empat belas abad silam, Rasulullah n mengabarkan akan datangnya masa di mana manusia tidak lagi memedulikan harta yang dia peroleh, halal atau haram. Beliau n bersabda:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَال الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ، أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Akan datang kepada manusia zaman di mana seorang tidak lagi peduli akan harta yang dia ambil, apakah dari yang halal atau dari yang haram.”14
Kenyataan itu telah kita saksikan. Manusia tidak lagi peduli dengan riba. Tidak lagi menimbang harta yang di tangannya apakah itu halal atau haram. Hingga ancaman Allah l menimpa mereka yang bergelimang riba. Meskipun secara zhahir mereka memiliki sesuatu dari dunia, akan tetapi sungguh Allah l hancurkan kehidupannya. Dada-dada mereka sempit, nafas-nafas mereka terengah. Allah l palingkan dirinya dari akhirat, mereka pun tersibukkan dengan emas dan perak. Allah l jatuhkan dunianya dan akhiratnya. Allah l musnahkan hartanya. Allah l cabut ketentraman hatinya. Allah l cabut berkah pada harta, anak-anak, dan umurnya.
Siapakah yang mampu menghadapi Allah l ketika Dia memerangi? Tidakkah kita takut dengan ancaman Allah l dalam firman-Nya:
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (Al-Baqarah: 279)
Kehinaan itu bukan hanya di dunia, bahkan kesengsaraan akan terus menimpa mereka yang terus tenggelam dalam riba sesudah kematiannya.
Suatu pagi, seusai salat subuh, Rasulullah n menceritakan perjalanan mimpi beliau bersama malaikat Jibril dan Mikail e sebagaimana diceritakan sahabat Samurah bin Jundub z. Dalam perjalanan itu Rasul saksikan berbagai azab yang menimpa ahli maksiat, di antaranya para pemakan riba. Rasulullah n bersabda tentang apa yang menimpa mereka:
فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهْرٍ مِنْ دَمٍ فِيْهِ رَجُلٌ قَائِمٌ عَلَى وَسْطِ النَّهْرِ وَعَلَى شَطِّ النَّهْرِ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِي فِي النَّهْرِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِالْحِجَارَةِ فِي فِيْهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِي فِيْهِ بِحَجَرٍ فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ
“… Kita pun pergi hingga menjumpai sebuah sungai darah, di tengahnya seorang yang berdiri dan di pinggir sungai seorang yang di hadapannya batu. Mendekatlah lelaki yang berada di tengah sungai darah, di saat hampir keluar darinya, lelaki yang lain melemparkan batu ke mulutnya hingga dia kembali ke tengah sungai, demikian seterusnya setiap hendak keluar dilempar ke mulutnya batu hingga kembali (tersiksa di tengah sungai darah).”15
Seorang yang beriman selalu khawatir seandainya masih ada harta haram seperti riba yang masih tersisa saat kematian menjemputnya. Dia pun membayangkan apa yang akan dia katakan kepada Allah l ketika ditanya tentang hartanya, dari mana didapat dan untuk apa digunakan. Rasulullah n bersabda:
لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ؛ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
“Tidak akan bergeser kaki anak Adam dari sisi Rabbnya pada hari kiamat hingga ditanya lima perkara, tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa disirnakan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan untuk apa dikeluarkan, dan tentang ilmunya apa yang telah dia amalkan.”16
Jalan kebenaran telah dibentangkan di hadapan kita selebar-lebarnya. Rasulullah n telah menerangkan jalan menuju Allah l sejelas-jelasnya. Demikian pula jalan menuju jahannam telah diperingatkan. Qalbu yang hidup akan segera bangkit memenuhi panggilan Allah l. Qalbu yang bersih tentu tidak akan angkuh dan sombong di hadapan kebenaran yang telah dipancangkan di hadapannya.
Tinggal kita memilih untuk melangkahkan kaki. Akankah kita tinggalkan riba dan mengeluarkan sedekah, atau tetap memakan riba dan menahan sedekah?
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Washalallahu wa sallama ‘ala Nabiyyina Muhammadin.