JADIKAN AKHIRAT SEBAGAI TUJUAN KITA

Assalamu’alaikum…

JADIKAN AKHIRAT TUJUAN KITA

Seseorang yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya maka maka dia akan ikhlas dalam beramal, hal ini disebabkan dia tidak menginginkan keduniaan yang sifatnya sementara dan penuh dengan kepalsuan. Tujuan keduniaan ingin mendapat harta benda atau kekayaan sebanyak-banyaknya, padahal setela mati tidak dibawa serta kecuali yang digunakan untuk agama. Ingin mendapat sanjungan dari orang lain merupakan tujuan keduniaan lainnya, yang menyebabkan seseorang berbangga diri dan sombong. Padahal yang boleh sombong hanya Dia yang memiliki kerajaan langit dan bumi serta menguasai segala sesuatu. Tujuan akhirat merupakan tujuan hakiki karena di sanalah keridhaan Allah Yang Maha Penyanyang yang sifatnya abadi di dalam surga-Nya.

Firman Allah ta’ala:
Dan mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Quran dan mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya, dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedang mereka tidak menyadari. (QS. Al-An’am: 26)

Orang-orang kafir dan munafik melarang orang lain mendengarkan Al-Qur’an sarta mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya. Mereka yang kafir secara terang-terangan melarang orang lain mendengarkan Al-Qur’an dan orang munafik tidak secara terang-terangan melarangnya. Orang munafik membaca atau mendengarkan Al-Qur’an akan tetapi hatinya mengingkarinya sehingga semakin jauh daripadanya. Di akhirat orang kafir dan munafik baru akan menyadari bahwa di dunia kesempatan hidup yang diberikan Allah Yang Maha Kekal telah disia-siakan hanya untuk memperturutkan hawa nafsunya sehingga lalai kehidupan akhirat. Di akhirat mereka akan mengharap untuk kembali ke dunia, bukan untuk lalai lagi akan tetapi hanya untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Mulia.

Firman Allah ta’ala:
Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: “Kiranya Kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan Kami, serta menjadi orang-orang yang beriman”, (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). (QS. Al-An’am: 27)

Supaya tidak menjadi orang yang menyesal besok di akhirat maka luruskan niat kita, bahwa kita hidup di dunia ini supaya mencari bekal secara sungguh-sungguh untuk kehidupan yang kekal abadi di akhirat. Bukan dunia yang jadi tujuan kita, namun semestinya yang jadi tujuan besar kita adalah akhirat. Namun betapa banyak manusia yang lalai akan hal ini. Mereka hanya mengejar dunia dan banyak lupa pada akhirat. Mereka tidak mau mempelajari agama Islam, yang bersumber pada Al Qur’an dan Hadis. Hal ini menyebabkan banyak umat Islam tidak mendapat petunjuk dari Allah Yang Maha Memberi Hidayah dan semakin jauh dari sunnah Rasulullah SAW. Ingat dan kecamkan Hadis berikut ini,

مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ
“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2465. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.).

Sekali lagi, ayat yang kita bahas pun bukan maksudnya adalah dunia dan akhirat mesti seimbang. Tapi yang dimaksud adalah dunia adalah sebagai ladang persiapan untuk menuju kampung akhirat. Ingat kata Qurthubi di atas, “Hendaklah seseorang menggunakan nikmat dunia yang Allah berikan untuk menggapai kehidupan akhirat yaitu surga. Karena seorang mukmin hendaklah memanfaatkan dunianya untuk hal yang bermanfaat bagi akhiratnya.”

Tidak mudah senantiasa meluruskan tujuan, dari apapun yang dikerjakan untuk keselamatan besok di akhirat dan dimasukkan ke surga. Hal ini disebabkan nafsu dan setan tidak bosan-bosannya untuk selalu berusaha menyesatkan manusia di jalan yang dimurkai-Nya. Harta memang diperlukan juga untuk meraih akhirat kita, dengan cara membelanjakan di jalan Allah Yang Maha Kaya.

Allah Ta’ala juga berfirman:
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan[1]. (QS. Huud: 15-16)
[1] Maksudnya: apa yang mereka usahakan di dunia itu tidak ada pahalanya di akhirat

Orang-orang Kafir yang telah menghendaki kehidupan dunia telah disempurnakan balasannya di dunia ini, dengan diberikan harta yang melimpah sehingga mereka dapat bersenang-senang terhadapnya. Orang munafik yang juga mengharapkan kenikmatan kehidupan di dunia ini, juga banyak yang telah disempurnakan balasannya dengan diberikan kekayaan sebagai kesenangannya. Di akhirat mereka tidak mendapat bagian karena bagiannya telah diambil di dunia berupa harta benda atau jabatan yang dibanggakan. Pujian dari banyak orang sudah diperoleh sehingga besok di akhirat, amal apapun yang dilakukannya tidak bernilai pahala di sisi-Nya. Nerakalah tempat yang diancamkan kepada siapa saja yang beribadah bukan karena Allah Yang Maha Mengetahui, karena itu senantiasa ikhlas dalam setiap amal supaya mendapat keridhaan-Nya.

Firman Allah ta’ala:
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(QS. Al-Qhashas: 77)

Dalam Ringkasan TafsirIbnu Katsir, jilid 3 hal: 702; Firman Allah ta’ala, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” seperti makanan, minuman, pakaian, istri dan tempat tinggal yang telah diperbolehkan Allah. Karena kamu pun memiliki hak dari Allah, dirimu memiliki hak yang harus kamu berikan, keluarga pun memiliki hak, dan tetangga juga mempunyai hak. Maka berikanlah hak kepada setiap pemiliknya. “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu.” Berbuat baiklah kepada makhluk-Nya sebagaimana Dia telah berbuat baik kepadamu. “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.” Janganlah himmah akan sesuatu membuat kamu melakukan kerusakan di mukabumi dan berbuat jahad kepada makhluk Allah. “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (5)
Dalam Tafsir Al Jalalain (hal. 405) disebutkan maksud dari ayat tersebut,

{ وَلاَ تَنسَ } تترك { نَصِيبَكَ مِنَ الدنيا } أي أن تعمل فيها للآخرة
“Janganlah engkau tinggalkan nasibmu di dunia yaitu hendaklah di dunia ini engkau beramal untuk akhiratmu.” Sangat jelas apa yang dimaksudkan oleh Jalaluddin As Suyuthi dan Jalaluddin Al Mahalli bahwa yang dimaksud ayat di atas bukan berarti kita harus menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Namun tetap ketika di dunia, setiap aktivitas kita ditujukan untuk kehidupan selanjutnya di akhirat. Jadikan belajar kita di bangku kuliah sebagai cara untuk membahagiakan orang banyak. Jadikan usaha atau bisnis kita bisa bermanfaat bagi kaum Muslimin. Karena semakin banyak yang mengambil manfaat dari usaha dan kerja keras kita di dunia, maka semakin banyak pahala yang mengalir untuk kita. Karena sebaik-baik manusia, merekalah yang ‘anfa’uhum linnaas’, yang paling banyak memberi manfaat untuk orang banyak.

Firman Allah ta’ala:
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (QS. Al-Jaatsiyah: 18)

Menjadikan akhirat sebagian tujuan kita harus dimbangi dengan pemahaman yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Seseorang yang memahami tujuan Allah Yang Maha Pencipta, menciptakan manusia hanya untuk ibadah kepada-Nya berarti telah menjadikan akhirat sebagai tujuannya. Bukankah ibadah tujuannya mengumpulkan bekal untuk kehidupan yang kekal abadi di akhirat. Tentunya ibadah yang sesuai dengan pedoman umat Islam tersebut, sehingga selalu berada di atas suatu syari’at (peraturan) dari urusan (agama itu. Jangan lupa semua itu didasari dengan ikhlas sehingga diterima oleh-Nya dan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah Yang Maha Memberi Manfaat.

Firman Allah ta’ala:
Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung”.(QS. At-Taubah: 129)

Setiap gerak dan pikiran kita apabila ditujukan untuk keselamatan kita di akhirat, berarti kita termasuk orang yang lebih condong kepada akhirat dari pada kepada dunia. Orang Islam yang condong kepada akhirat, apapun yang dipikirkan dan dilakukan sebagian besar berhubungan dengan akhirat dan akan bernilai ibadah. Hal ini bukan berarti orang tersebut hanya shalat, puasa, mengaji, zikir dan zakat saja, akan tetapi apapun yang dilakukan selalu dikaitkan dengan agama yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Supaya caranya melakukan apapun kebaikan tersebut, sesuai dengan syari’at atau aturan agama dan jangan lupa disertai keikhlasan. Banyak orang Islam yang condong atau cenderung mementingkan urusan keduniaan saja, sehingga berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Dimana-mana orang berusaha keras membeli mobil, sehingga sekarang ini orang yang memiliki mobil meningkat dengan pesat. Sementara untuk urusan agama atau ibadah santai-santai saja, sehingga tidak kelihatan orang Islam berlomba-lomba datang ke masjid.

Semoga kita termasuk orang beriman yang sungguh-sungguh menyiapkan bekal iman dan amal saleh untuk kehidupan setelah kematian!. Aamiin…

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *